ADINDAKU
ADINDAKU
Wahai pemilik hati yang mudah goyah,
dengarlah lirih suara dari dada yan g resah.
Ada rasa yang diam-diam tumbuh,
mengakar dalam sunyi, mengalir dalam rindu yang tak bersuara.
Tak tahu kepada siapa, tapi jiwa ini tahu:
ada seseorang yang begitu ingin kudekap dalam doa.
Setiap malam, aku termenung,
pikiranku dijajah oleh bayangnya yang tak pernah utuh.
Wahai malam, tahukah kau bagaimana rasanya mencintai
tanpa tahu, apakah cinta ini akan diberi tempat untuk tinggal?
Aku ingin yakin, bahwa rasa ini bukan kebetulan.
Bahwa ia—yang entah siapa—diciptakan untukku,
dan aku, untuknya.
Namun…
Di balik harap, ada takut yang membekap.
Aku takut, jika ia tak mencintaiku dengan tulus.
Aku takut, jika aku gagal membahagiakannya.
Takut, jika aku tak bisa menjadi cukup—bagi segala yang ia pinta.
Takut, jika aku justru melukainya,
entah lewat lisan yang tergelincir, atau perbuatan yang tak kusengaja.
Aku bukan sosok gagah yang pandai melindungi,
bukan pula pahlawan yang selalu kuat berdiri.
Aku hanya seseorang yang ingin dicintai,
apa adanya—dengan segala luka dan kurang yang kupunya.
Wahai adindaku,
Bolehkah aku bertanya dengan hati yang genting:
Apakah engkau benar-benar mencintaiku?
Apakah aku adalah rumah,
atau hanya sekadar persinggahanmu yang sesaat?
Saat aku bertanya,
engkau diam—namun diam itu lebih nyaring dari kata-kata.
Apa yang kau rasakan, apa yang kau inginkan…
katakanlah. Aku tak akan tersinggung,
karena bagiku kejujuran lebih indah dari harapan palsu.
Bagaimana aku bisa melangkah,
jika engkau memilih diam?
Apa yang kau harapkan dariku?
Bilanglah, dan jika aku mampu, akan kupenuhi.
Wahai adindaku,
Izinkan aku mencintaimu, bukan sekadar dalam angan,
tapi dalam perbuatan yang perlahan membuktikan.
Berilah aku ruang—untuk menunjukkan bahwa cinta ini sungguh nyata.
Aku ingin menjagamu, bukan sebagai yang sempurna,
tapi sebagai seseorang yang akan selalu berusaha.
Post a Comment for "ADINDAKU"